Rabu, 14 Desember 2011

Nama Raja Yang Terkenal Dari Setiap Kerajaan Hindu yang ada di Indonesia


KUTAI
Silsilah raja-raja kutai mulawarman
bermula di india yang menurunkan raja-raja tertua di nusantara indonesia
berita bermula dari masa kerajaan di maghada dilembah sungai gangga diperintah oleh maharaja susunaga, maharaja bimbisara dan maharaja ajatasatru berpusat di petaliputra yang diserang pasukan iskandar zulkarnain dari mecedonia pada tahun 327 sebelum masehi kemudian kerajaan ini diteruskan oleh kerajaan maurya dan kerajaan gupta dimasa akhir kerajaan ini di india terjadi kekacauan karna diserang bangsa huna (syiung nu) kajian dalam (sejarah nasional dan umum kurikulum 1994).
Masa dinasty mawiya dalam pemerintahan sri maharaja bhrihadrata di kerajaan maghada beribukota dipetaliputra di india yang berperang dengan mahasenopati pushwamitra yang mendirikan dinasti sungga yang melahirkan maharaja agnimitra membangun kota wisida dan keturunanya bernama wasuma mitra melahirkan, mitroga menurunkan raja-raja di nusantara. Kajian dalam (ulasan mengenai awal saka).
Silsilah penghulu negeri bakulapura di kalimantan yang mendirikan kerajaan kutai martapura muara kaman (kerajaan mulawarman) dan kerajaan tarumanegara (jawa barat) dan kerajaan sriwidjaya di sumatra.
1. Mitroga melahirkan atwangga yang kawin dengan seorang putri kakak dari permaisuri danawarman vii (raja salakanegara) dan melahirkan maharaja sri kundungga (menjadi penghulu bakulapura di kalimantan). Dan maharaja radjendra warman yang membangun negara campa (kamboja) adalah satu keturunan pula dengan maharaja sri kudungga yang adalah mertua dari maharaja aswawarman yang mengawini mahasuri dewi gari putri maharaja sri kundungga.

2. Maharaja sri kundungga (menjadi penghulu bakulapura di kalimantan). Memperisteri anak puan serdang (raja singkarak) dimalaya bernama puan gamboh yang bergelar mahasuri sri gamboh dan melahirkan anak 5 orang kesemuanya putri antara lain :

1. Putri mayang kelungsu.
2. Putri ragel mayang.
3. Putri ragel kemuning.
4. Putri mayang sari.
5. Putri sri gari gelar mahasuri dewi gari.

3. Mahasuri dewi gari diperisteri oleh maharaja sri aswawarman yang kawin pula dengan dewi indrami adik mahaputri minawati, anak dewawarman viii sewaktu tinggal diasrama sebagai murid sang maharesi jayasingawarman di kerajaan tarumanegara namun tidak memiliki anak. Mahasuri dewi gari diperisteri oleh maharaja sri aswawarman melahirkan anak antara lain :
1. Wamseragen gelar maharaja sri mulawarman nala dewa.
2. Wamseteku gelar wirawarman memperisteri dewi candika putri maharaja yudhana putra maharaja maladewa di medang jawa tengah yang kawin dengan putri raja tarumanegara bernama dewi amrawati dan melahirkan anak 2 orang yakni 1. Amudrawarman dan 2. Dewi jwalita yang diperisteri maharaja purnawarman raja taruma negara.
3. Wamsejenjat gelar maharaja dijayawarman kawin dengan putri raja campa menurunkan raja sriwidjaya bernama dapunta hiyang memerintah di sumatra dalam tahun 584 m.
Catatan putri raja dewawarman vii yang melahirkan putri spatikarnawa diperisteri oleh dewawarman viii (prabu dhrmawirya dewawarman salakabhuwana) melahirkan mahaputri dewi minawati gelar iswari tunggal pertiwi warmandewi diperisteri maharesi dari wamsa salankayana di bharata raja tarumanegara i gelar jaya singawarman atau guru darmapurusa. Yang melahirkan purnawarman raja tarumanegara ii. Adapun saudara purnawarman satu ibu :1. Mahadewi harinawarmandewi bersuami pedagang kaya dibharata. 2. Candrawarman menjadi duta kerajaan tarumanegara di kerajaan cina. Dan adapun adiknya lain ibu antara lain : 1. Sang gajahwarman menjadi duta kerajaan tarumanegara di sumatra, 2. Sang padmawarman duta kerajaan tarumanegara di srilangka, 3. Sang barunawarman menjadi menteri panglima laut tarumanegara, 4. Sang sukretawarman menjadi hakim kerajaan tarumanegara.
Catatan dewawarman vii bersaudara dengna gopala jayengrana dan putri gandhari lengkaradewi putra putri dari dewawarman vi yang kawin dengan putri dari bharatanagari, adapun dewawarman vii memperisteri seorang bernama putri candralocana melahirkan aditiyawarman dan ke empat saudaranya.
Negeri bakulapuran disebut juga kutanegara dan kemudian bernama kutai martapura di kenal dengan kerajaan kutai mulawarman sekarang berpusat di muara kaman
1. Wamseragen gelar maharaja sri mulawarman nala dewa yang membangun istana didaerah tepian batu (berubus) tanjung gelumbang serta atas anugerah ayahdanya maharaja sri aswawarman dalam kurban agastya di kutai martapura tepi sungai mahakama, maharaja sri mulawarman diberi hak memerintah dari tahun (400-446 masehi), dan membangun pesangrahan tiang kayu besi (telihan sepuhun) di tanjung serai dan tempat pemujaan pure atau 9 candi di gunung berubus (benua lawas) maka sepanjang sejarah raja mulawarman pernah melaksanakan kurban diantaranya bahuswarnakam, waprakswara, kalpataru, jiwandana dan bahagrata dengan bukti pendirian 7 buah perasasti yupa dan pendirian yoni serta tiang batu dikenal dengan lesung batu dan gerbang istana dari batu merah dengan dua ekor patung bernama lembu ngeram sebagai lambang kerajaannya bermoto tuah emba arai, dan dari semua bangunan serta kurban ini menandakan raja mulawarman menjadi raja kuat dan berkuasa dan dialah raja pertama kutai martapura (muara kaman).

2. Maharaja sri wangsawarman adalah putra maharaja sri mulawarman nala dewa yang menjadi raja di muara kaman dari tahun 446-495 masehi), yang menurunkan raja-raja kutai martapura antara lain maharaja mahawidjaya warman memerintah (495-543 masehi), maharaja gaja yanawarman memerintah (543-590 masehi), maharaja wijaya tungga warman memerintah (590-637 masehi), maharaja jaya tungga nagawarman memerintah (637-686 masehi), maharaja nala singawarman memerintah (686-736 masehi), maharaja nala perana tunggawarman dewa memerintah (736-783 masehi), maharaja gadinggawarman dewa memerintah (783-832 masehi), maharaja indrawarman dewa memerintah (832-879 masehi), maharaja singa wiramawarman dewa memerintah (879-926 masehi), maharaja singa wargala warmandewa memerintah (926-972 masehi).

3. Maharaja singa wargala warmandewa memerintah (926-972 masehi). Dan melahirkan anak antara lain :
- maharaja cendrawarman dewa menjadi raja kutai martapura memerintah dari (972-1020 masehi). Yang melahirkan maharaja prabu mula tunggal dewa.
- maharaja diradja jayawarman kawin dengan putri raja sriwidjaya di siguntang mahameru di sumatra menjadi raja disana.

4. Maharaja maharaja prabu mula tunggal dewa memerintah kutai martapura dari (1020-1069 masehi). Melahirkan anak antara lain :
- maharaja nala indra dewa yang melahirkan aji putri pidara putih yang kemudian menjadi raja kutai martapura dengan gelar maharatu mayang mulawarni yang berperang dengan pangeran dari cina bangsa thai akibat perbedaan tatakerama (adat istiadat).
- mahaputri nilaperkastiawati dewi diperisteri oleh raja pakwan padjajaran bernama hing giling wesi yang bergelar prabu wisnu dewata murti. Dalam tahun 1030 masehi.
- maharaja indra mulia tunggawarman dewa menjadi raja kutai martapura.

5. Maharaja nala indra dewa memerintah dari tahun 1069-1117 masehi dan digantikan oleh putrinya maharatu mayang mulawarni memerintah (1117-1166), dan digantikan adiknya maharaja indra mulia tunggawarman dewa dari tahun (1166-1214 masehi) adapun rputranya antara lain :
- maharaja srilangka dewa menjadi raja kutai martapura muara kaman melahirkan maharaja guna perana tungga menjadi raja kutai martapura.
- panji sengiyang memperisteri putri surak dari indu anjat yang berdiam dilamin juno didaerah batang lunang (perian) menjadi adipati disana dan melahirkan anak bernama aji seranding dipati i, dan beristeri anak raja melayu bernama puan metam saudara petinggi hulu dusun bernama babu jaluma, melahirkan aji seranding dipati ii bersaudara pula dengan aji putri karang melenu yang diangkat anak oleh petinggi hulu dusun babu jaluma yang dikawinkan dengan adik raja majapahit reden wijaya gelar kartaradjasa jaya wardana yang lain ibu bernama raden kusuma yang diangkat batara (pimpinan militer kerajaan majapahit di tunjung kute) kemudian menjadi adipati di hulu dusun (tepian batu) kutai lama di tanjong rirwana setelah menjadi hamangku bumi jahitan layar raden kusuma anak lembuntal, cucu mahisa wonga telong putra ken arok dan ken dedes raja singosari ini bergelar aji batara agung dewa sakti alias meruhum aji mangkat, (menjadi raja kutai kartanegara pertama) liat silsilah kesultanan kutai kartanegara.

6. Maharaja guna perana tungga naik tahta di kutai martapura dalam tahun (1265-1325 masehi) yang melahirkan putra antara lain :
- tan reniq bergelar maharaja widjaya warman memerintah kutai martapura dari tahun (1337-1373 masehi) karena terjadi perebutan kekuasan maka kerajaan kutai martapura dipegang oleh dewan naladuta dari tahun 1325-1337) dan tan reniq dewasa dan menjadi raja di kutai martapura yang melahirkan maharaja indra mulia memerintah dari tahun ( 1373-1407 masehi) yang bermuhibah ke kutai kartanegara dan ke majapahit bersama rombongan dengan kapal laut.
- mahaputri indra perwati dewi yang diperisteri oleh aji batara agung paduka nira anak raden kusuma dan aji putri karang melenu perkawinan ini di bunga lo mengkaying maka putri mendapat gelar aji paduka suri atau mahasuri dibengalon.

Terjadinya perebutan kekuasan diantar kutai martapura dan kutai kartanegara dari tahun 1325-1605

anak-anak maharaja guna perana tungga mulai memperebutkan hak kekuasaan, sementara dewan nala duta memegang pemerintahan di kerajaan kutai martapura mempertahankan bahwa mahaputri indra perwati dewi tidak berhak atas tahta kerajaan walaupun dia diperisteri oleh bangsawan dari kutai kartanegara yang berasal dari keturunan raja singosari dan saudara raja majapahit (jawa timur), dan kerajaan kutai martapura tidak mau tunduk dengan kekuasaan majapahit sehinga terjadi dua pemerintahan yang ada di kutai yakni kerajaan kutai martapura di muara kaman tidak diakui oleh kerajaan majapahit dan kerajaan kutai kartanegara di jahitan layar yang merupakan bagian negara majapahit.
Adapun maharaja nala praditha melahirkan maharaja indra parutha yang berputrakan antara lain: 1. Maharaja dermasetiya. 2. Maharaja setiya guna. 3. Setiya guna menjadi raja kutai martapura muara kaman terakhir 4. Panji wening pati yang memperisteri putri cindurmata anak raja galuh (jawa). Didalam sejarahnya pemerintahan ini disebut pemerintahan 3 raja sekalinobat karena yang berperang dengan kerajaan kutai kartanegara maka didalam pemerintahan di kerajaan kutai martapura dibantu oleh maharaja setiya yuda dan maharaja setiya guna serta orang besarnya terdiri dari :
1. Perdana menteri ujung nali.
2. Panglima menteri sri tama.
3. Mahamenteri puan ajang (orang dari negeri serajang).
4. Menteri ngabehi cacu.
5. Mangkubumi ki narang baya.
Tarumanegara
Purnawarman (Purnavarmman) adalah raja yang tertera pada beberapa prasasti di abad V. Ia menjadi raja di Kerajaan Tarumanagara. Ia mengidentifikasikan dirinya dengan Wisnu.
Di Naskah Wangsakerta, Purnawarman adalah raja ketiga Kerajaan Tarumanagara yang memerintah antara 395434. Ia membangun ibu kota kerajaan baru dalam tahun 397 yang terletak lebih dekat ke pantai dan dinamainya "Sundapura". Nama Sunda mulai digunakan oleh Maharaja Purnawarman dalam tahun 397 untuk menyebut ibu kota kerajaan yang didirikannya.
Di naskah Wangsakerta juga disebutkan bahwa di bawah kekuasaan Purnawarman terdapat 48 raja daerah yang membentang dari Salakanagara atau Rajatapura (di daerah Teluk Lada, Pandeglang) sampai ke Purwalingga (sekarang Purbalingga) di Jawa Tengah. [1] Secara tradisional Cipamali (Kali Brebes) memang dianggap batas kekuasaan raja-raja penguasa Jawa Barat pada masa silam.

SRIWIJAYA
Sri Maharaja Balaputradewa adalah anggota Wangsa Sailendra yang menjadi raja Kerajaan Sriwijaya sekitar tahun 850-an.
Asal-Usul
Menurut prasasti Nalanda, Balaputradewa adalah cucu seorang raja Jawa yang dijuluki Wirawairimathana (penumpas musuh perwira). Julukan kakeknya ini mirip dengan Wairiwarawimardana alias Dharanindra dalam prasasti Kelurak. Dengan kata lain, Balaputradewa merupakan cucu Dharanindra.
Ayah Balaputradewa bernama Samaragrawira, sedangkan ibunya bernama Dewi Tara putri Sri Dharmasetu dari Wangsa Soma. Prasasti Nalanda sendiri menunjukkan adanya persahabatan antara Balaputradewa dengan Dewapaladewa raja dari India, yaitu dengan ditandai pembangunan sebuah wihara yang diprakarsai oleh Balaputradewa di wilayah Benggala.
Menyingkir dari Jawa
Teori yang sangat populer, yang dikembangkan oleh De Casparis, menyebutkan bahwa Samaragrawira identik dengan Samaratungga raja Jawa. Sepeninggal Samaratungga terjadi perebutan takhta di antara kedua anaknya, yaitu Balaputradewa melawan Pramodawardhani. Pada tahun 856 Balaputradewa dikalahkan oleh Rakai Pikatan suami Pramodawardhani sehingga menyingkir ke pulau Sumatra.
Teori ini dibantah oleh Slamet Muljana karena menurut prasasti Kayumwungan, Samaratungga hanya memiliki seorang anak perempuan bernama Pramodawardhani. Menurutnya, Balaputradewa lebih tepat disebut sebagai adik Samaratungga. Dengan kata lain, Samaratungga adalah putra sulung Samaragrawira, sedangkan Balaputradewa adalah putra bungsunya.
Pengusiran Balaputradewa umumnya didasarkan pada prasasti Wantil bahwa telah terjadi perang antara Rakai Mamrati Sang Jatiningrat (alias Rakai Pikatan) melawan seorang musuh yang membangun benteng pertahanan berupa timbunan batu. Dalam prasasti itu ditemukan istilah Walaputra yang dianggap identik dengan Balaputradewa.
Teori populer ini dibantah oleh Pusponegoro dan Notosutanto bahwa, istilah Walaputra bukan identik dengan Balaputradewa. Justru istilah Walaputra bermakna “putra bungsu”, yaitu Rakai Kayuwangi yang dipuji berhasil mengalahkan musuh kerajaan. Adapun Rakai Kayuwangi adalah putra bungsu Rakai Pikatan yang berhasil mengalahkan musuh ayahnya.
Benteng timbunan batu yang diduga sebagai markas pemberontakan Balaputradewa identik dengan bukit Ratu Baka. Namun prasasti-prasasti yang ditemukan di daerah itu ternyata tidak ada yang menyebut nama Balaputradewa, melainkan menyebut Rakai Walaing Mpu Kumbhayoni. Jadi, musuh Rakai Pikatan yang berhasil dikalahkan oleh Rakai Kayuwangi sang Walaputra ternyata bernama Mpu Kumbhayoni, bukan Balaputradewa.
Menurut prasasti-prasasti itu, tokoh Rakai Walaing Mpu Kumbhayoni mengaku sebagai keturunan pendiri Kerajaan Medang (yaitu Sanjaya). Jadi sangat mungkin apabila ia memberontak terhadap Rakai Pikatan sebagai sesama keturunan Sanjaya.
Kiranya teori populer bahwa Balaputradewa menyingkir ke pulau Sumatra karena didesak oleh Rakai Pikatan adalah keliru. Mungkin ia meninggalkan pulau Jawa bukan karena kalah perang, melainkan karena sejak awal ia memang tidak memiliki hak atas takhta Jawa, mengingat ia hanyalah adik Maharaja Samaratungga, bukan putranya.
Menjadi Raja Sriwijaya
Prasasti Nalanda menyebut Balaputradewa sebagai raja Suwarnadwipa, yaitu nama kuno untuk pulau Sumatra. Karena pada zaman itu pulau Sumatra identik dengan Kerajaan Sriwijaya, maka para sejarawan sepakat bahwa Balaputradewa adalah raja Sriwijaya.
Pendapat yang paling populer menyebutkan Balaputradewa mewarisi takhta Kerajaan Sriwijaya dari kakeknya (pihak ibu), yaitu Sri Dharmasetu. Namun, ternyata nama Sri Dharmasetu terdapat dalam prasasti Kelurak sebagai bawahan Dharanindra yang ditugasi menjaga bangunan Candi Kelurak.
Jadi, Dharanindra berbesan dengan pegawai bawahannya, bernama Sri Dharmasetu melalui perkawinan antara Samaragrawira dengan Dewi Tara. Dharmasetu menurut prasasti Kelurak adalah orang Jawa. Jadi, teori populer bahwa ia merupakan raja Kerajaan Sriwijaya adalah keliru.
Balaputradewa berhasil menjadi raja Kerajaan Sriwijaya bukan karena mewarisi takhta Sri Dharmasetu, tetapi karena pada saat itu pulau Sumatra telah menjadi daerah kekuasaan Wangsa Sailendra, sama halnya dengan pulau Jawa.
Berdasarkan analisis prasasti Ligor, Kerajaan Sriwijaya dikuasai Wangsa Sailendra sejak zaman Maharaja Wisnu. Sebagai anggota Wangsa Sailendra, Balaputradewa berhasil menjadi raja di Sumatra, sedangkan kakaknya, yaitu Samaratungga menjadi raja di Jawa.
KALINGGA
Keberadaan Kerajaan Kalingga diketahui dari laporan bangsa China pada masa Dinasti Tang. Menurut laporan itu, pada pertengahan abad ke-7 terdapat keajaan bernama Holing atau Kalingga di daerah Jawa Tengah.
Apabila melihat dari namanya, Kerajaan Kalingga kemungkinan didirikan oleh sekelompok orang India yang mengungsi dari sebelah timur India ke Nusantara. Dugaan ini didasarkan pada laporan tentang penghancuran daerah Kalingga di India Raja Harsja. Orang Kalingga yang tersisa melarikan keluar negeri.

Laporan dari China itu mengungkapkan bahwa ibukota Kalingga dikelilingi oleh pagar kayu. Penguasa Kalingga tinggal di sebuah istana bertinggat dua dan duduk diatas singgasana yang terbuat dari gading Kerajaan Kalingga kerap mengirim utusan untuk mempersembahkan upeti kepada Kaisar Cina. Pada tahun 813, utusan Kalingga antara lain mempersembahkan empat budak dan burung kaktua dan bulu aneka warna yang disebut burung p’in-chia. Dikabarkan bahwa Kaisar Cina sangat senanng dengan utusab tersebut sehingga memberikanya gelar kehormatan.

PEMERINTAHAN RATU SIMA
Penguasa Kalingga yang terkenal adalah Ratu Sima, yang memerintah di akhir abad ke-7. Sekalipun pemerintahanya sangat keras, Ratu Sima dikenal sebagai ratu yang adil dan bijaksana.

Ada kisah yang meranik tentang bagaimana ketertiban dan ketentraman ditegakan di Kalingga. Ratu Sima melarang rakyat menyentung dan mengambil barang yang bukan milik mereka. Bila itu terjadi hukuman mati sebagai gantinya.
Pada suatu waktu, Kerajaan Ta-shih bermaksud menyerang Kalingga. Untuk itu, Raja Ta-shih berusaha menemukan alasan untuk membernarkan seranganya. Kerajaan Ta-shih menguji ketaatan rakyat Kalingga terhadap ratunya. Diletakanlah emas di tengah kota, beberapa saat emas itu aman, tak ada yang berani menyentuhnya apalagi mengambilnya. Hingga suatu saat putra makhkota, anak daei Ratu Sima sendiri tak sengaja menyentuhnya. Akhirnya putra mahkota dihukum di potong seluruh jarinya oleh Ratu Sima. Melihat betapa kerasnya Ratu Sima, Kerajaan Ta-shih mengurungkan niatnya untuk menyerang Kerajaan Kalingga.
PUSAT BUDHA DI JAWA
Pada tahun 644, seorang filsuf Cina bernama Wui-ning berkunjung ke Kalingga. Ia datang menterjemahkan sebuah naskah terkenal Budha-Himayana ke dalam bahasa Cina. Usahanya ini dibantu oleh seorang Jawa bernama Pandita Jnanabadhara yang merupakan sahabatnya. Kalingga merupakan pusat agama Budha di Jawa, bahkan orang Cina pun datang untuk belajar.



MATARAM
Rakai Mataram Sang Ratu Sanjaya adalah raja pertama Kerajaan Medang periode Jawa Tengah (atau lazim disebut Kerajaan Mataram Kuno), yang memerintah sekitar tahun 730-an. Namanya dikenal melalui prasasti Canggal ataupun naskah Carita Parahyangan. Sebagian para sejarawan menganggap Sanjaya sebagai pendiri Wangsa Sanjaya, meskipun dinasti tersebut ada juga yang menolak keberadaannya.
 Mendirikan Kerajaan Medang
Ratu Sanjaya alias Rakai Mataram menempati urutan pertama dalam daftar para raja Kerajaan Medang versi prasasti Mantyasih, yaitu prasasti yang dikeluarkan oleh Maharaja Dyah Balitung tahun 907.
Sanjaya sendiri mengeluarkan prasasti Canggal tanggal 6 Oktober 732 tentang pendirian sebuah lingga serta bangunan candi untuk memuja Siwa di atas sebuah bukit. Candi tersebut kini hanya tinggal puing-puing reruntuhannya saja, yang ditemukan di atas Gunung Wukir, dekat Kedu.
Prasasti Canggal juga mengisahkan bahwa, sebelum Sanjaya bertakhta sudah ada raja lain bernama Sanna yang memerintah Pulau Jawa dengan adil dan bijaksana. Sepeninggal Sanna keadaan menjadi kacau. Sanjaya putra Sannaha (saudara perempuan Sanna) kemudian tampil sebagai raja. Pulau Jawa pun tentram kembali.
Prasasti Canggal ternyata tidak menyebutkan nama kerajaan yang dipimpin Sanna dan Sanjaya. Sementara itu prasasti Mantyasih menyebut Sanjaya sebagai raja pertama Kerajaan Medang, sedangkan nama Sanna sama sekali tidak disebut. Mungkin Sanna memang bukan raja Medang. Dengan kata lain, Sanjaya mewarisi takhta Sanna namun mendirikan sebuah kerajaan baru yang berbeda. Kisah yang agak mirip terjadi pada akhir abad ke-13, yaitu Raden Wijaya mewarisi takhta Kertanagara raja terakhir Singhasari, namun ia mendirikan kerajaan baru bernama Majapahit.
Pada zaman Kerajaan Medang terdapat suatu tradisi mencantumkan jabatan lama di samping gelar sebagai maharaja. Misalnya, raja yang mengeluarkan prasasti Mantyasih (907) adalah Sri Maharaja Rakai Watukura Dyah Balitung Dharmodaya Mahasambu. Itu artinya, jabatan lama Dyah Balitung sebelum menjadi raja Medang adalah sebagai kepala daerah Watukura.
Sementara itu gelar Sanjaya sebagai raja adalah Rakai Mataram Sang Ratu Sanjaya. Dapat diperkirakan ketika Sanna masih berkuasa, Sanjaya bertindak sebagai kepala daerah Mataram (daerah Yogyakarta sekarang). Daerah Mataram inilah yang kemungkinan besar dipakai sebagai lokasi ibu kota ketika Sanjaya mendirikan Kerajaan Medang. Itulah sebabnya, Kerajaan Medang juga terkenal dengan sebutan Kerajaan Mataram. Sementara itu, pada masa pemerintahan Dyah Balitung, ibu kota Kerajaan Medang sudah tidak lagi berada di Mataram, melainkan pindah ke Poh Pitu.
Kapan tepatnya Kerajaan Medang berdiri tidak diketahui dengan pasti. Seorang keturunan Sanjaya bernama Mpu Daksa memperkenalkan pemakaian Sanjayawarsa atau “kalender Sanjaya”. Menurut analisis para sejarawan, tahun 1 Sanjaya bertepatan dengan tahun 717 Masehi. Angka tahun tersebut menimbulkan dua penafsiran, yaitu tahun penobatan Sanjaya sebagai raja, atau bisa juga merupakan tahun kelahiran Sanjaya.
Apabila Sanjaya naik takhta pada tahun 717, berarti saat prasasti Canggal (732) dikeluarkan, Kerajaan Medang sudah berusia 15 tahun. Sementara itu apabila 717 adalah tahun kelahiran Sanjaya, berarti saat mengeluarkan prasasti Canggal ia masih berusia 15 tahun dan sudah menjadi raja. Dengan kata lain, Sanna mengangkat Sanjaya sebagai kepala daerah Mataram sejak keponakannya itu masih anak-anak (sama seperti Jayanagara pada zaman Majapahit).
Versi Carita Parahyangan
Naskah Carita Parahyangan ditulis sekitar abad ke-16, sehingga berselang ratusan tahun sejak kematian Sanjaya. Menurut versi ini, nama asli Sanjaya adalah Rakeyan Jambri, sedangkan Sanna disebut dengan nama Bratasenawa, atau disingkat Sena.
Sena adalah raja Kerajaan Galuh yang dikalahkan oleh saudara tirinya, bernama Purbasora. Putra Sena, bernama Rahyang Sanjaya alias Rakeyan Jambri saat itu telah menjadi menantu Tarusbawa raja Kerajaan Sunda. Dengan bantuan mertuanya, Sanjaya berhasil mengalahkan Purbasora tujuh tahun kemudian.
Sanjaya kemudian menyerahkan takhta Kerajaan Galuh kepada Demunawan, adik Purbasora. Rahyang Sempakwaja, ayah Purbasora merasa keberatan karena takut kelak Demunawan akan ditumpas pula oleh Sanjaya. Sanjaya terpaksa menduduki sendiri takhta kerajaan tersebut.
Karena Sanjaya juga bertakhta di Kerajaan Sunda, maka pemerintahannya di Galuh pun diserahkan kepada Premana Dikusumah, cucu Purbasora. Sementara itu putra Sanjaya yang bernama Rahyang Tamperan diangkat sebagai patih untuk mengawasi pemerintahan Premana.
Karena merasa tertekan dan kurang dihargai, Premana akhirnya memilih pergi bertapa. Istrinya yang bernama Pangreyep, seorang putri Sunda, berselingkuh dengan Tamperan sehingga melahirkan putra bernama Rahyang Banga. Tamperan kemudian mengirim utusan untuk membunuh Premana.
Setelah Sanjaya menjadi raja di Mataram, wilayah Sunda dan Galuh pun dijadikan satu di bawah pemerintahan Tamperan. Kemudian terjadi pemberontakan Manarah putra Premana yang berhasil menewaskan Tamperan. Sementara itu putranya, yaitu Banga berhasil lolos dari kematian.
Mendengar berita kematian Tamperan, Sanjaya pun menyerang Manarah. Perang besar terjadi yang akhirya didamaikan oleh Demunawan (adik Purbasora). Setelah melalui perundingan dicapai sebuah kesepakatan, yaitu Banga diangkat sebagai raja Sunda, sedangkan Manarah sebagai raja Galuh.
Carita Parahyangan terlalu berlebihan dalam memuji kekuatan Sanjaya yang diberitakan selalu menang dalam setiap peperangan. Konon, Sanjaya bahkan berhasil menaklukkan Melayu, Kamboja, dan Cina. Padahal sebenarnya, penaklukan Sumatra dan Kamboja baru terjadi pada pemerintahan Dharanindra, raja ketiga Kerajaan Medang.
Sanjaya di Jawa Barat juga dikenal dengan sebutan Prabu Harisdarma. Ia meninggal dunia karena jatuh sakit akibat terlalu patuh dalam menjalankan perintah guru agamanya. Dikisahkan pula bahwa putranya yang bernama Rahyang Panaraban dimintanya untuk pindah ke agama lain, karena agama Sanjaya dinilai terlalu menakutkan.
Hubungan dengan Rakai Panangkaran
Menurut prasasti Mantyasih, Sanjaya digantikan oleh Maharaja Rakai Panangkaran sebagai raja berikutnya. Raja kedua ini mendirikan sebuah bangunan Buddha, yang kini dikenal sebagai Candi Kalasan, atas permohonan para guru raja Sailendra tahun 778. Berdasarkan berita tersebut, muncul beberapa teori tentang hubungan Sanjaya dengan Rakai Panangkaran.
Teori pertama dipelopori oleh van Naerssen menyebutkan bahwa, Rakai Panangkaran adalah putra Sanjaya yang beragama Hindu. Ia dikalahkan oleh Wangsa Sailendra yang beragama Buddha. Jadi, pembangunan Candi Kalasan ialah atas perintah raja Sailendra terhadap Rakai Panangkaran yang menjadi bawahannya.
Teori kedua dipelopori oleh Porbatjaraka yang menyebutkan bahwa, Rakai Panangkaran adalah putra Sanjaya, dan keduanya merupakan anggota Wangsa Sailendra. Dengan kata lain, Wangsa Sanjaya tidak pernah ada karena tidak pernah tertulis dalam prasasti apa pun. Menurut teori ini, Rakai Panangkaran pindah agama atas perintah Sanjaya sebelum meninggal. Tokoh ini dianggap identik dengan Rahyang Panaraban dalam Carita Parahyangan. Jadi, yang dimaksud dengan istilah “para guru raja Sailendra” dalam prasasti Kalasan tidak lain adalah para guru Rakai Panangkaran sendiri.
Teori ketiga dipelopori oleh Slamet Muljana bertentangan dengan kedua teori di atas. Menurutnya, Rakai Panangkaran bukan putra Sanjaya, melainkan anggota Wangsa Sailendra yang berhasil merebut takhta Kerajaan Medang dan mengalahkan Wangsa Sanjaya. Teori ini didasarkan pada daftar para raja dalam prasasti Mantyasih di mana hanya Sanjaya yang bergelar Sang Ratu, sedangkan para penggantinya tiba-tiba begelar Maharaja. Selain itu, Rakai Panangkaran tidak mungkin berstatus sebagai raja bawahan, karena ia dipuji sebagai Sailendrawangsatilaka (permata Wangsa Sailendra) dalam prasasti Kalasan. Alasan lainnya ialah, dalam prasasti Mantyasih Rakai Panangkaran bergelar maharaja, sehingga tidak mungkin kalau ia hanya seorang bawahan.
Jadi, menurut teori pertama dan kedua, Rakai Panangkaran adalah putra Sanjaya. Sedangkan menurut teori ketiga, Rakai Panangkaran adalah musuh yang berhasil mengalahkan Sanjaya.
Sementara itu menurut teori pertama, Rakai Panangkaran adalah bawahan raja Sailendra. Sedangkan menurut teori kedua dan ketiga, Rakai Panangkaran adalah raja Sailendra itu sendiri.
Kahuripan
Patung Airlangga yang didewakan berupa Dewa Wisnu mengendarai Garuda, ditemukan di desa Belahan, koleksi Museum Trowulan, Jawa Timur.
Airlangga (Bali, 990 - Belahan, 1049) atau sering pula ditulis Erlangga, adalah pendiri Kerajaan Kahuripan, yang memerintah 1009-1042 dengan gelar abhiseka Sri Maharaja Rakai Halu Sri Dharmawangsa Airlangga Anantawikramottunggadewa. Sebagai seorang raja, ia memerintahkan Mpu Kanwa untuk mengubah Kakawin Arjunawiwaha yang menggambarkan keberhasilannya dalam peperangan. Di akhir masa pemerintahannya, kerajaannya dibelah dua menjadi Kerajaan Kadiri dan Kerajaan Janggala bagi kedua putranya. Nama Airlangga sampai saat ini masih terkenal dalam berbagai cerita rakyat, dan sering diabadikan di berbagai tempat di Indonesia.
Asal-usul
Nama Airlangga berarti "Air yang melompat". Ia lahir tahun 990. Ayahnya bernama Udayana, raja Kerajaan Bedahulu dari Wangsa Warmadewa. Ibunya bernama Mahendradatta, seorang putri Wangsa Isyana dari Kerajaan Medang. Waktu itu Medang menjadi kerajaan yang cukup kuat, bahkan mengadakan penaklukan ke Bali, mendirikan koloni di Kalimantan Barat, serta mengadakan serangan ke Sriwijaya.
Airlangga memiliki dua orang adik, yaitu Marakata (menjadi raja Bali sepeninggal ayah mereka) dan Anak Wungsu (naik takhta sepeninggal Marakata). Dalam berbagai prasasti yang dikeluarkannya, Airlangga mengakui sebagai keturunan dari Mpu Sindok dari Wangsa Isyana dari kerajaan Medang Mataram di Jawa Tengah.



Masa pelarian
Airlangga menikah dengan putri pamannya yaitu Dharmawangsa Teguh (saudara Mahendradatta) di Watan, ibu kota Kerajaan Medang (sekarang sekitar Maospati, Magetan, Jawa Timur). Ketika pesta pernikahan sedang berlangsung, tiba-tiba kota Watan diserbu Raja Wurawari yang berasal dari Lwaram (sekarang desa Ngloram, Cepu, Blora)[1], yang merupakan sekutu Kerajaan Sriwijaya. Kejadian tersebut tercatat dalam prasasti Pucangan (atau Calcutta Stone). Pembacaan Kern atas prasasti tersebut, yang juga dikuatkan oleh de Casparis, menyebutkan bahwa penyerangan tersebut terjadi tahun 928 Saka, atau sekitar 1006/7.[2]
Dalam serangan itu, Dharmawangsa Teguh tewas, sedangkan Airlangga lolos ke hutan pegunungan (wanagiri) ditemani pembantunya yang bernama Mpu Narotama. Saat itu ia berusia 16 tahun, dan mulai menjalani hidup sebagai pertapa. Salah satu bukti petilasan Airlangga sewaktu dalam pelarian dapat dijumpai di Sendang Made, Kudu, Jombang, Jawa Timur.
Setelah tiga tahun hidup di hutan, Airlangga didatangi utusan rakyat yang memintanya supaya membangun kembali Kerajaan Medang. Mengingat kota Watan sudah hancur, Airlangga pun membangun ibu kota baru bernama Watan Mas di dekat Gunung Penanggungan.[3] Ketika Airlangga naik takhta tahun 1009 itu, wilayah kerajaannya hanya meliputi daerah Sidoarjo dan Pasuruan saja, karena sepeninggal Dharmawangsa Teguh, banyak daerah bawahan yang melepaskan diri.
Pada tahun 1023, Kerajaan Sriwijaya yang merupakan musuh besar Wangsa Isyana dikalahkan Rajendra Coladewa raja Colamandala dari India. Hal ini membuat Airlangga lebih leluasa mempersiapkan diri untuk menaklukkan pulau Jawa.
Masa peperangan
Sejak tahun 1025, Airlangga memperluas kekuasaan dan pengaruhnya seiring dengan melemahnya Sriwijaya. Mula-mula yang dilakukan Airlangga adalah menyusun kekuatan untuk menegakkan kembali kekuasaan Wangsa Isyana atas pulau Jawa. Namun awalnya tidak berjalan dengan baik, karena menurut prasasti Terep (1032), Watan Mas kemudian direbut musuh, sehingga Airlangga melarikan diri ke desa Patakan. Berdasarkan prasasti Kamalagyan (1037), ibu kota kerajaan sudah pindah ke Kahuripan (daerah Sidoarjo sekarang).
Airlangga pertama-tama mengalahkan Raja Hasin (dari?)[rujukan?]. Pada tahun 1030 Airlangga mengalahkan Wisnuprabhawa raja Wuratan, Wijayawarma raja Wengker, kemudian Panuda raja Lewa. Pada tahun 1031 putra Panuda mencoba membalas dendam namun dapat dikalahkan oleh Airlangga. Ibu kota Lewa dihancurkan pula. Pada tahun 1032 seorang raja wanita dari daerah Tulungagung sekarang berhasil mengalahkan Airlangga. Istana Watan Mas dihancurkannya. Airlangga terpaksa melarikan diri ke desa Patakan ditemani Mapanji Tumanggala, dan membangun ibu kota baru di Kahuripan. Raja wanita pada akhirnya dapat dikalahkannya. Dalam tahun 1032 itu pula Airlangga dan Mpu Narotama mengalahkan Raja Wurawari, membalaskan dendam Wangsa Isyana. Terakhir tahun 1035, Airlangga menumpas pemberontakan Wijayawarma raja Wengker yang pernah ditaklukannya dulu. Wijayawarma melarikan diri dari kota Tapa namun kemudian mati dibunuh rakyatnya sendiri.
Masa pembangunan
Kerajaan yang baru dengan pusatnya di Kahuripan, Sidoarjo ini, wilayahnya membentang dari Pasuruan di timur hingga Madiun di barat. Pantai utara Jawa, terutama Surabaya dan Tuban, menjadi pusat perdagangan yang penting untuk pertama kalinya. Airlangga naik tahta dengan gelar abhiseka Sri Maharaja Rakai Halu Sri Dharmawangsa Airlangga Anantawikramottunggadewa. Airlangga juga memperluas wilayah kerajaan hingga ke Jawa Tengah, bahkan pengaruh kekuasaannya diakui sampai ke Bali. Menurut prasasti Pamwatan (1042), pusat kerajaan kemudian pindah ke Daha (daerah Kediri sekarang).
Setelah keadaan aman, Airlangga mulai mengadakan pembangunan-pembangunan demi kesejahteraan rakyatnya. Pembangunan yang dicatat dalam prasasti-prasasti peninggalannya antara lain.
  • Membangun Sri Wijaya Asrama tahun 1036.
  • Membangun bendungan Waringin Sapta tahun 1037 untuk mencegah banjir musiman.
  • Memperbaiki pelabuhan Hujung Galuh, yang letaknya di muara Kali Brantas, dekat Surabaya sekarang.
  • Membangun jalan-jalan yang menghubungkan daerah pesisir ke pusat kerajaan.
  • Meresmikan pertapaan Gunung Pucangan tahun 1041.
  • Memindahkan ibu kota dari Kahuripan ke Daha.
Ketika itu, Airlangga dikenal atas toleransi beragamanya, yaitu sebagai pelindung agama Hindu Syiwa dan Buddha.
Airlangga juga menaruh perhatian terhadap seni sastra. Tahun 1035 Mpu Kanwa menulis Arjuna Wiwaha yang diadaptasi dari epik Mahabharata. Kitab tersebut menceritakan perjuangan Arjuna mengalahkan Niwatakawaca, sebagai kiasan Airlangga mengalahkan Wurawari.
Pembelahan kerajaan
Pada tahun 1042 Airlangga turun takhta menjadi pendeta. Menurut Serat Calon Arang ia kemudian bergelar Resi Erlangga Jatiningrat, sedangkan menurut Babad Tanah Jawi ia bergelar Resi Gentayu. Namun yang paling dapat dipercaya adalah prasasti Gandhakuti (1042) yang menyebut gelar kependetaan Airlangga adalah Resi Aji Paduka Mpungku Sang Pinaka Catraning Bhuwana.
Berdasarkan cerita rakyat, putri mahkota Airlangga menolak menjadi raja dan memilih hidup sebagai pertapa bernama Dewi Kili Suci. Nama asli putri tersebut dalam prasasti Cane (1021) sampai prasasti Turun Hyang (1035) adalah Sanggramawijaya Tunggadewi. Menurut Serat Calon Arang, Airlangga kemudian bingung memilih pengganti karena kedua putranya bersaing memperebutkan takhta. Mengingat dirinya juga putra raja Bali, maka ia pun berniat menempatkan salah satu putranya di pulau itu. Gurunya yang bernama Mpu Bharada berangkat ke Bali mengajukan niat tersebut namun mengalami kegagalan. Fakta sejarah menunjukkan Udayana digantikan putra keduanya yang bernama Marakata[rujukan?] sebagai raja Bali, dan Marakata kemudian digantikan adik yang lain yaitu Anak Wungsu.
Airlangga lalu membagi dua wilayah kerajaannya. Mpu Bharada ditugasi menetapkan perbatasan antara bagian barat dan timur. Peristiwa pembelahan ini tercatat dalam Serat Calon Arang, Nagarakretagama, dan prasasti Turun Hyang II. Maka terciptalah dua kerajaan baru. Kerajaan barat disebut Kadiri berpusat di kota baru, yaitu Daha, diperintah oleh Sri Samarawijaya. Sedangkan kerajaan timur disebut Janggala berpusat di kota lama, yaitu Kahuripan, diperintah oleh Mapanji Garasakan.
Dalam prasasti Pamwatan, 20 November 1042, Airlangga masih bergelar Maharaja, sedangkan dalam prasasti Gandhakuti, 24 November 1042, ia sudah bergelar Resi Aji Paduka Mpungku. Dengan demikian, peristiwa pembelahan kerajaan diperkirakan terjadi di antara kedua tanggal tersebut.
Akhir hayat
Tidak diketahui dengan pasti kapan Airlangga meninggal. Prasasti Sumengka (1059) peninggalan Kerajaan Janggala hanya menyebutkan, Resi Aji Paduka Mpungku dimakamkan di tirtha atau pemandian. Kolam pemandian yang paling sesuai dengan berita prasasti Sumengka adalah Candi Belahan di lereng Gunung Penanggungan. Pada kolam tersebut ditemukan arca Wisnu disertai dua dewi. Berdasarkan prasasti Pucangan (1041) diketahui Airlangga adalah penganut Hindu Wisnu yang taat. Maka, ketiga patung tersebut dapat diperkirakan sebagai lambang Airlangga dengan dua istrinya, yaitu ibu Sri Samarawijaya dan ibu Mapanji Garasakan.
Pada Candi Belahan ditemukan angka tahun 1049. Tidak diketahui dengan pasti apakah tahun itu adalah tahun kematian Airlangga, ataukah tahun pembangunan candi pemandian tersebut.
Kahuripan, Daha atau Panjalu
Nama kerajaan yang didirikan Airlangga pada umumnya lazim disebut Kerajaan Kahuripan. Padahal sesungguhnya, Kahuripan hanyalah salah satu nama ibu kota kerajaan yang pernah dipimpin Airlangga. Berita ini sesuai dengan naskah Serat Calon Arang yang menyebut Airlangga sebagai raja Daha. Bahkan, Nagarakretagama juga menyebut Airlangga sebagai raja Panjalu yang berpusat di Daha.
Pemakaian nama Airlangga
Nama Airlangga pada masa sekarang diabadikan menjadi beberapa nama, antara lain:
  1. Nama sebuah kelurahan di Surabaya.
  2. Di Surabaya juga terdapat Universitas Airlangga, sebuah perguruan tinggi negeri tertua dan ternama di Indonesia.
  3. Di Kota Kediri terdapat Museum Erlangga.
  4. Di Jakarta terdapat pula Penerbit Erlangga.
  5. Di Samarinda, Kalimantan Timur terdapat SMK-TI Airlangga.
  6. Di Purwokerto, terdapat LBB Erlangga.
Selain itu beberapa kota juga menggunakannya sebagai nama jalan.
KEDIRI
Untuk kegunaan lain dari Jayabaya, lihat Jayabaya (disambiguasi).
Maharaja Jayabhaya adalah raja Kadiri yang memerintah sekitar tahun 1135-1157. Nama gelar lengkapnya adalah Sri Maharaja Sang Mapanji Jayabhaya Sri Warmeswara Madhusudana Awataranindita Suhtrisingha Parakrama Uttunggadewa.
Pemerintahan Jayabhaya
Pemerintahan Jayabhaya dianggap sebagai masa kejayaan Kadiri. Peninggalan sejarahnya berupa prasasti Hantang (1135), prasasti Talan (1136), dan prasasti Jepun (1144), serta Kakawin Bharatayuddha (1157).
Pada prasasti Hantang, atau biasa juga disebut prasasti Ngantang, terdapat semboyan Panjalu Jayati, yang artinya Kadiri menang. Prasasti ini dikeluarkan sebagai piagam pengesahan anugerah untuk penduduk desa Ngantang yang setia pada Kadiri selama perang melawan Janggala.
Dari prasasti tersebut dapat diketahui kalau Jayabhaya adalah raja yang berhasil mengalahkan Janggala dan mempersatukannya kembali dengan Kadiri.

3 komentar:

Unknown mengatakan...

saran: tulisanny trlalu dempet+kecil.. sulit dibaca

Wx mengatakan...

tulisannya, mending di perbesar aja

ARIS MALZUMUL mengatakan...

bagus artikelnya....

sangat bermanfaat
trimakasih.

Posting Komentar

 
Copyright (c) 2010 zhiey's blog. Design by WPThemes Expert

Themes By Buy My Themes And Web Hosting Reviews.

selamat browsing di blog saya | Be enjoyed |My Facebook |My School |My Exercise |semoga Berkenan :)